Minggu, 14 September 2008

MENJADI CANTRIK DI PPS PANDAWA

Memulai menjadi anggota PPS PANDAWA membuat saya serba salah. Setahun lebih digembleng dengan tatacara pembukaan latihan di kegiatan Karate dahulu, sekarang sangat berubah.
Setelah saya mendaftarkan diri terlebih dahulu, kemudian saya hanya melihat kegiatannya saja yang dilakukan oleh anggota-anggota yang sudah ada. Cukup banyak juga, sekitar 50 anggota. Kegiatan yang selalu dilakukan pada hari Rabu dan Minggu malam itu berlangsung mulai pukul 19.00 - 22.00 WIB, bertempat di halaman SD, di jalan Widodaren, Surabaya. Pantas saja nama rantingnya adalah Ranting Widodaren. Saya ikuti kegiatan demi kegiatan, mulai dari persiapan kegiatan, pembacaan doa, pembacaan sumpah/janji pendekar PPS PANDAWA, senam, senam jurus gabungan, kegiatan jurus yang dilakukan oleh sabuk terendah hingga tertinggi, hingga akhirnya kegiatan praktek, yang nampaknya merupakan kegiatan puncaknya sebelum diadakan acara penutup latihan.
Tak terasa menit demi menit yang saya amati, waktu sudah menunjukkan pukul 23.15 WIB !, lewat dari waktu sesungguhnya. Wah tak terasa juga waktu berlalu. Setelah kegiatan ditutup, seluruh anggota membubarkan diri, pulang ke rumah masing-masing, dengan sebelumnya saling bersalam-salaman terlebih dahulu.

ALASAN MENJADI PENDEKAR PPS PANDAWA


Mungkin banyak alasan saudara sekalian memilih sesuatu kegiatan yang berhubungan dengan olah gerak tubuh kita, bisa mungkin untuk menjaga kesehatan tubuh, mengobati penyakit yang mungkin saudara derita saat itu, atau bahkan untuk bela diri. Karena memang kegiatan itu berhubungan dengan olahraga bela diri tentu, seperti Karate, Yudo, Kempo, Pencak Silat, dan lain sebagainya.
Tapi pernahkah saudara ikut kegiatan tersebut karena ikut-ikutan, yang kemudian menjadi salah satu hoby kegiatan saudara ?. Tentunya ini adalah lain persoalannya, mencintai satu kegiatan yang belum terpikirkan sebelumya.
Pada saat saya mulai mengikuti perkuliahan, sebagai mahasiswa D3 Teknik Elektro ITS Surabaya, sekitar tahun 1985, saya harus memilih salah satu kegiatan ekstra kurikuler. Karena pada saat itu saya sangat senang dengan olah raga renang, saya ingin sekali mengikutinya. Sayangnya pada saat itu olahraga air yang ada tidak ada olahraga renang, sehingga terpaksa saya mengambil kegiatan lain. Alasan saya saat itu ingin mengikuti kegiatan renang juga karena saya memiliki penyakit pernapasan, yaitu Asma, yang kalau sudah kambuh, tidurpun susah. Harus dengan posisi duduk, sehingga bisa bernapas dengan lega, itupun disertai dengan suara seruling yang keluar dari kerongkongan. Penyakit Asma saya memang agak parah saat itu, saya tidak bisa keluar malam tanpa menggunakan jaket, tidak boleh sakit Flu / Masuk Angin, karena penyakit-penyakit tersebut dapat memicu penyakit Asma saya kambuh dengan parah. Harus ke dokter dan menerima suntikan serta obat untuk melancarkan pernapasan. Jadi kalau dilihat obatnya ada dua, untuk menyembuhkan penyakit Flu dan penyakit Asmanya.
Akhirnya alasan mengikuti kegiatan ekstra kurikuler untuk penyembuhan gugur sudah. Kegiatan tetap harus diikuti (meski nilainya hanya 1 sks untuk 1 semester/6 bulan), jadi harus memilih salah satu kegiatan lain. Akhirnya saya harus memilih kegiatan dengan alasan kedua, BELA DIRI. Alasan tersebut saya ambil karena memang sejak sekolah tingkat SMP saya mulai punya musuh, itupun bukan musuh di sekolah, tetapi musuh dari tetangga lain. Sebenarnya permusuhan inipun juga dikarenakan anak-anak wilayah RT lain yang sering mengganggu dengan sepak bolanya didekat rumah, sehingga sangat ribut, baik dari suara mulut maupun suara pantulan bola yang dipantulkan ke dinding rumah.
Inilah awal permusuhan antar tetangga, ketika saya harus memperingatkan mereka, malah tantangan yang didapat. Wajar mungkin bagi pemikiran anak-anak saat itu, menyukai pertikaian. Biasanya dalam keadaan itu saya hanya diam saja.
Akhirnya saya mengambil kegiatan bela diri Karate, yang di kampus mengikuti aliran INKAI. Meskipun aliran ini tidak sama dengan aliran Karate yang lain, yang lebih memperbanyak pertarungan antar Karateka, saya cukup mendapat jurus-jurus pelajaran beladiri dari Simpai saat itu, seperti Simpai Darsono (wah yang lainnya saya kok lupa ya, terutama pelatih dari mahasiswa diatas saya).
Seperti biasa, watak anak muda, baru mengikuti kegiatan ini beberapa kali sudah merasa layaknya pendekar. Pukul benda sana, pukul benda sini, memecahkan genting, bata, dan lain-lain yang saat itu ada di sekitar, yang mungkin tanpa saya sadari sifat saya yang biasanya diam saat diganggu sudah berubah. Musuh-musuh yang dulu biasanya saya diamkan saja mulai saya tantang. Tetapi ternyata ada juga yang berkembang pada diri saya, akibat dari menjadi mahasiswa, yaitu cara berpikir. Akibat perkembangan cara berpikir inilah yang menahan saya untuk berkelahi, bahkan pada saat terjadi perkelahianpun, pada saat sudah berada diatas angin, tinggal memukul mukanya saja tidak saya lakukan. Pukulan dan tendangan merekapun hanya saya tangkis sesuai dengan pelajaran beladiri Karate yang saya dapatkan. Apa yang ada dalam pikiran saya saat itu hanyalah demikian, bila saya saat ini menang, mereka tidak akan terima, dan pertarunganpun akan berlanjut terus, terus dan terus, sesuai dengan sifat manusia yang pendendam. Kalah berkelahi perorangan, keroyokan jalan lainnya, dan itu akan selalu berulang.
Akhirnya sampai saat kegiatan ekstra kurikuler selesai, terakhir saya di kyu 6, atau sabuk hijau, saya sudah tidak melanjutkan lagi kegiatan ini, meskipun kegiatan Karate di kampus tetap berlangsung, dikarenakan kesibukan perkuliahan, tapi di rumah saya tetap berlatih. Permusuhan tetap berlanjut walau hingga saya lulus kuliah, sekitar tahun 1989. Tetapi yang saya rasakan tetap adalah penyakit Asma saya,tidak berubah sedikitpun.
Saat itu saya mempunyai seorang teman bernama Zaenal Arifin. Dari teman saya inilah saya mengetahui adanya kegiatan pencak silat, yang dinamakan PPS PANDAWA, Perguruan Pencak Silat PANDAWA. Sudah lama sebenarnya saya diajak untuk ikut kegiatan ini, tapi mungkin hati saya yang kurang sreg dengan kegiatannya. Saya pernah melihat kegiatannya, mulai dari jurus-jurusnya hingga ke, apa yang mereka sebut praktek. Pada saat itu yang terpikirkan adalah kok seperti sulap ya kegiatan prakteknya. Sepertinya semuanya serba diatur. Saya lihat pada saat itu, yang dinamakan DALANG diserang oleh satu atau lebih anggota lain, dan sejurus kemudian, tanpa sentuhan tangan, anggota tersebut jatuh bergelimpangan, berusaha berdiri dan jatuh berguling-guling kembali. Perasaan saya yang mengatakan bahwa semua diatur itu dikarenakan angoota yang menyerang sang dalang matanya selalu tertuju pada sang dalang, sehingga saat itu saya hanya berpikir jatuhnya hanya sandiwara saja, sesuai arahan sang dalang. Hanya itu saja kegiatan yang saya lihat saat itu.
Hari berganti hari, saya sudah melupakan kejadian itu. Tetapi setiap saya bertemu dengan Zaenal, ia selalu menawari saya untuk ikut bergabung, selalu jika saya bertemu dengannya. Hingga saya punya alasan untuk menolaknya dengan gurauan, "Baik saya akan ikut, tapi kalau kamu sudah bisa menjatuhkan bergulung-gulung seekor kucing !". Alasan yang tidak masuk akal bagi saya tentunya, mungkin juga bagi Zaenal, karena mana mungkin dia yang saat itu masih bersabuk putih bisa melakukan itu. Bagi saya itu hanya alasan saya yang malas saja mengikuti ajakannya.
Tetapi tidak terlalu lama kemudian, ada teman-teman saya yang lain yang juga ingin ikut kegiatan PPS PANDAWA itu. Ilham dan Robert adalah teman saya yang berminat mengikutinya, dan mereka juga memaksa saya juga ikut. Walaupun terpaksa, akhirnya saya ikut juga mengikuti kegiatan PPS PANDAWA yang merupakan kegiatan yang sudah diikuti oleh teman saya Zaenal yang saya beri gurauan itu.